Setelah pelantikan pada bulan Mei 2010 kemarin, jajaran Pengurus sapu jagat Jatitujuh kembali merencanakan kegiatan. Perencanaan kegiatan itu, disamping sebuah program pembelajaran bagi para anggota untuk mengelola sebuah kegiatan, juga bermaksud menjawab "keraguan" yang menggelinding pasca pelantikan para pengurus.
Keraguan yang muncul dengan pertanyaan, mau kemana Sapu jagat Jatitujuh itu, seakan-akan memberikan motivasi untuk selalu membuat sesuatu yang berarti bagi masyarakat Desa Jatitujuh. Adalah sesuatu yang wajar, ketika pelantikan para pengurus, beberapa tokoh masyarakat mempertanyakan keberadaan Sapu Jagat sebagai sebuah organisasi sosial, pasalnya di Desa Jatitujuh sendiri, sudah cukup lama berdiri lembaga yang mengelola pemuda dengan nama HIPPAJA.
Nama HIPPAJA sudah demikian melekat, sehingga ketika ada nama lain yang nyaris sama orientasi kegiatannya, beberapa pendiri, tokoh, atau penggiat HIPPAJA (yang kemudian berubah menjadi Karang Taruna) sekan-akan "terganggu"
Bentuk terganggu inilah yang terkadang dijewantahkan dengan sikap yang kurang pada tempatnya. Idealnya, para tokoh itu membuka ruang dialog, dengan mencoba menelusuri bahkan bertanya langsung, yang terjadi adalah tumbuhkembangnya budaya "main belakang" yang kurang terpuji.
Pengurus Sapu Jagat Jatitujuh terutama Didi selaku ketua dan Ijam sebagai wakil, melihat "keraguan" yang muncul, justru sebagai dorongan untuk lebih meyakinkan masyarakat bahwa Sapu Jagat Jatitujuh ingin memberikan andil dalam pembangunan dalam bidang-bidang yang mampu digarap.
Keyakinan untuk memberikan jawaban atas keraguan itu, maka Sapu Jagat Jatitujuh merencanakan kegiatan sosial berupa Khitanan Masal dan Pentas Kesenian Tradisional pada Nopember 2010 mendatang.